Tuesday 19 May 2015
MIUMI: Boleh Tapi Jangan Dikerjakan
Pak Kamsud pagi itu belum sempat sarapan di rumah, maka sebelum kerja, ia mampir dulu di Warteg Pak Karman langganannya. Belum juga sempat duduk, Pak Kamsud langsung ditembak pertanyaan sama pak Karman.
“Nah,ini dia Pak Kamsud kebetulan sekali nih" kata pak Karman.
"Ada apa emang koq pakai kebetulan segala?" tanya pak Kamsud keheranan.
"Gini pak Kamsud, dari kemaren di Warteg ini banyak orang ngobrolin tentang baca Quran dengan langgam Jawa, menurut pak Kamsud sendiri gimana itu?"
"Ya, kalo menurut saya pribadi sih itu namanya kurang kerjaan."
"Lha koq gitu pak?" tanya pak Karman.
"Sekarang fungsi daripada baca Quran itu sendiri apa coba, saya tanya pak Karman?"
"Ya untuk didengar, dipahami, dihayati dan kemudian diamalkan."
"Nah betul itu. Sekarang kalo baca Quran tapi malah bikin konflik apa itu gak kurang kerjaan namanya?"
Sunday 3 May 2015
Fiqih Dakwah di Masyarakat Jawa
Masyarakat Jawa, sebagaimana masyarakat suku lainnya, memiliki tata
cara kehidupan dan budaya yang khas. Akan lebih tepat bagi para aktivis
dakwah yang melakukan kegiatan dakwah untuk masyarakat Jawa, apabila
mengetahui berbagai budaya yang mereka miliki. Ajaran hidup dan budaya
masyarakat Jawa, sudah banyak diungkapkan dalam bentuk pitutur luhur
atau pepatah dan kalimat hikmah.
Pada kesempatan kali ini, kita mencoba mempelajari satu pitutur luhur yang menggambarkan watak rata-rata masyarakat Jawa. Pitutur itu berbunyi, “Yen Agal Ngungkuli Watu Yen Alus Ngungkuli Banyu”. Makna Pitutur Pepatah di atas secara harfiah bermakna, apabila keras (kasar) melebihi batu dan apabila halus (lembut) melebihi air.
Secara spesifik sebenarnya pepatah ini mengacu atau diacukan pada perwatakan umum para kesatria Pendawa yang dalam konteks tertentu sering diibaratkan sebagai perwatakan orang Jawa. Secara umum, para kesatria Pendawa jika keluar watak keras atau kasarnya akan bisa menjadi sangat keras seperti batu atau bahkan kasar melebihi apa pun. Demikian pula jika keluar watak lembut atau halusnya, bisa sangat halus melebihi air. Sikap itu dipengaruhi oleh stimulan atau faktor-faktor luar yang menyebabkannya menjadi demikian.
Pada kesempatan kali ini, kita mencoba mempelajari satu pitutur luhur yang menggambarkan watak rata-rata masyarakat Jawa. Pitutur itu berbunyi, “Yen Agal Ngungkuli Watu Yen Alus Ngungkuli Banyu”. Makna Pitutur Pepatah di atas secara harfiah bermakna, apabila keras (kasar) melebihi batu dan apabila halus (lembut) melebihi air.
Secara spesifik sebenarnya pepatah ini mengacu atau diacukan pada perwatakan umum para kesatria Pendawa yang dalam konteks tertentu sering diibaratkan sebagai perwatakan orang Jawa. Secara umum, para kesatria Pendawa jika keluar watak keras atau kasarnya akan bisa menjadi sangat keras seperti batu atau bahkan kasar melebihi apa pun. Demikian pula jika keluar watak lembut atau halusnya, bisa sangat halus melebihi air. Sikap itu dipengaruhi oleh stimulan atau faktor-faktor luar yang menyebabkannya menjadi demikian.
Bagaimana Menyentuh Hati: Rintangan Dakwah
Permasalahan yang menghadang seorang
da’i di tengah medan dakwah adalah permasalahan yang muncul dari dalam
dirinya, padahal orang yang tidak memiliki sesuatu tidak akan bisa
memberikan sesuatu tersebut. Seseorang yang tidak memiliki kunci, maka
sulit baginya untuk masuk. Manusia yang hatinya terkunci sehingga sulit
dimasuki oleh dakwah, bagaikan brankas besar yang sebenarnya dapat
dibuka hanya dengan kunci yang kecil. Demikianlah persoalannya, yang
sesungguhnya kembali kepada diri sang da’i itu sendiri, yakni berkaitan
dengan potensi dirinya secara ruhiah, di samping kecakapannya untuk
membuat program, serta ketahanan dalam mewujudkannya.
Oleh karenanya, seorang da’i hendaklah
memperhatikan celah-celah kebaikan yang ada pada orang lain kemudian
memupuknya, sehingga celah-celah keburukan yang ada padanya tersingkir
dan ia mau bangkit berdiri melangkah di jalan Islam.
Bagaimana Menyentuh Hati: Tiga Karakteristik Manusia
Dalam kehidupan ini manusia dapat diklasifikasi dalam tiga kategori, yaitu:
1. Manusia yang Berperilaku dengan Akhlak Islamiyah
Ia adalah orang yang rajin beribadah dan
rajin ke masjid. Orang yang seperti ini harus dinomborsatukan, karena
mereka lebih dekat dengan da’wah kita, sehingga tidak membutuhkan tenaga
yang banyak dan untuk mengajak mereka pun tidak banyak kesulitan, insya Allah.
2. Manusia yang Berperilaku dengan Akhlak Asasiyah
Ia adalah orang yang tidak taat
beragama, tetapi tidak mau terang-terangan dalam berbuat maksiat karena
ia masih menghormati harga dirinya. Orang-orang semacam ini menempati
urutan kedua.
Bagaimana Menyentuh Hati: Tugas Kita
Dalam memberikan arahan (taujih) tentang tugas dakwah, Imam Syahid Hasan Al-Banna memberikan perumpamaan dengan perkataannya,
“Di setiap kota
terdapat pusat pembangkit tenaga elektrik. Para pegawai memasang
instalasinya di seluruh penjuru kota, memasang tiang dan kabel, setelah
itu aliran elektrik masuk ke pabrik-pabrik, rumah-rumah, dan
tempat-tempat lain. Jika aliran elektrik tersebut kita matikan dari
pusat pembangkitnya, niscaya seluruh penjuru kota akan gelap gulita.
Padahal saat itu tenaga elektrik ada dan tersimpan di pusat pembangkit
elektrik, hanya saja tenaga elektrik yang ada itu tidak dimanfaatkan.”
Demikianlah, Allah swt. telah menurunkan
Al Qur’an Al-Karim kepada kita, dan dialah sebesar-besar energi dalam
kehidupan ini. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,
Metode Dakwah Rasulullah saw
Dakwah mengajak kepada Allah adalah sebaik-baik aktifitas dalam
kehidupan seorang muslim dan muslimah. Dakwah dalam maknanya yang luas
adalah mengajak manusia yang belum berislam untuk berislam dan
menjalankan kewajibannya kepada Allah secara totalitas.
Secara umum ia juga adalah mengeluarkan manusia dari tradisi
kejahiliyyaan kepada cahaya tradisi Islam yang terang-benderang. Inilah
aktifitas yang dahulu pernah dilakukan oleh para rasul dan nabi.
Kemudian dilanjutkan oleh para pewaris mereka sepanjang sejarah.
Demikian pula dakwah menyeru kepada
kebaikan Islam secara konprehensif ini juga sampai kepada kita yang
hidup di era modern sekarang. Keadaan zaman yang terus berkembang dan
budaya manusianya yang juga terus berubah, tidak justru menyebabkan
dakwah itu harus mati dan kehilangan jati dirinya. Dakwah tetaplah
dakwah. Tapi yang harus diperhatikan adalah manusianya sebagai pelaku
utama, uslub dan manhajnya yang harus dipelajari. Hal ini dimaksudkan
dalam rangka agar dakwah ini tetap berada dalam garis perjuangan
risalah yang sebenarnya. Tidak menyimpang apalagi keluar dari misi suci
yang sebenarnya.
Subscribe to:
Posts (Atom)